Makanan tradisional jadi salah satu yang dirindukan masyarakat Indonesia di luar negeri. Begitu juga bagi warga Indonesia yang tinggal di Australia.
Dikutip dari pemberitaan Abc.net.au (12/9), ada beberapa penjual makanan online yang jadi incaran warga Indonesia. Mereka menjual makanan rumahan dan masakan Indonesia buatan sendiri melalui Facebook.
Dalam penjualan dengan sistem pre-order, terdapat foto makanan, harga, hingga informasi pengantaran maupun pengambilan langsung.
Foto: Istimewa
|
"Saya memesan dari mereka satu atau dua kali sebulan, tergantung pada apa yang mereka tawarkan. Menunya terus berubah," sebut salah satu warga Indonesia yang tinggal di Sydney kepada ABC.
Ia memilih penjual dengan rekam jejak yang bagus. Tanpa pernah bertanya mengenai sertifikat penanganan makanan atau keamanan sebelum membelinya.
"Ada tiga atau empat penjual dan semuanya teman saya, jadi saya tahu kebersihannya. Saya pikir karena mereka kadang-kadang memasak makanan, hanya satu atau dua kali seminggu, dan terbatas pada keluarga dan teman, jadi saya berasumsi mereka oke," ucapnya.
Seorang penjaja makanan Indonesia yang tinggal di Melbourne, mengaku sudah berjualan di media sosial selama beberapa tahun.
"Saya biasanya buka makanan pre-order satu atau dua kali seminggu, dan ketika saya di Sydney kadang tiga kali seminggu," ujar wanita yang tidak mau mengungkapkan identitasnya itu.
Pada hari biasa, ia menjual hampir 130 porsi makanan. Harganya berkisar AU$8 (Rp 85.000) sampai AU$12 (Rp 127.000) per porsi.
"Sebagian besar saya masak sendiri untuk membuat sekitar 100 porsi. Tapi saat di Sydney, kadang saya minta bantuan dua sampai tiga orang dalam menyiapkan makanan," tambahnya.
Foto: Istimewa
|
Sementara itu, berdasarkan undang-undang Australia, penjual makanan yang sudah disiapkan (pre-prepared) atau masakan harus tunduk pada Australia New Zealand Food Standards Code dan peraturan di tiap negara bagian. Di Victoria, misalnya, penjual makanan harus memenuhi persyaratan Food Act 1984.
"Siapapun yang memasak makanan di rumah dan menjualnya di media sosial harus terdaftar dalam local council mereka, seperti bisnis makanan lainnya. Jangan pernah beli makanan dari orang yang berjualan di media sosial, jika mereka tidak bisa menunjukkan registrasinya. Kami tidak bisa menjamin makanan mereka aman dikonsumsi," jelas Tim Vainoras, juru bicara Department of Health and Human Services Victoria, seperti dilansir dari ABC.
Vainoras juga memperingatkan penjual yang tidak mengikuti aturan bisa berisiko denda lebih dari AU$19000 (Rp 201,5 juta).
Penjual anonim lainnya mengakui bahwa ia tidak punya sertifikat penanganan makanan dan sadar betul jenis usaha ini ilegal.
"Tapi suami saya adalah seorang chef yang memenuhi syarat dan ia punya sertifikat penanganan makanan," katanya.
Ada juga penjual makanan Indonesia di Melbourne yang menyediakan katering untuk acara. Ia mendapat sertifikat keamanan makanan hanya dalam satu hari dan harganya relatif murah.
"Sangat mudah. Kurang dari AU$300 (Rp 3,1 juta). Saya melakukannya hanya dalam satu hari dan pada akhir kursus, saya menerima sertifikat," ujarnya.
Di sana ia belajar cara menyiapkan makanan. Seperti cara mengeluarkan daging dan ikan dari freezer, memasaknya dan tidak boleh memasukan lagi ke freezer karena bisa membuat orang sakit.
(odi/adr)
0 Response to "Warga Indonesia di Australia Jual Makanan Secara Ilegal Lewat Media Sosial?"
Posting Komentar