Abdul Rahman Sitorus (70) warga Desa Gunung Melayu, Kec Rahuning Kab Asahan, Sumut adalah salah satu penjual miso ternama. Miso buatannya dikenal punya rasa berbeda dibanding miso buatan tempat lain.
Miso sendiri merupakan mi putih atau kuning yang disiram kuah panas. Bumbu kuahnya antara lain merica, kemiri, bawang putih. Satu hal yang membedakan miso buatan Rahman adalah tidak menggunakan kaldu yang instan alias micin.
Foto: Chaidir Anwar Tanjung
|
Untuk rasa penyedap dalam Miso itu, Rahman menggunakan kaldu alami yang dibuat dari kaki ayam. Atau menggunakan ayam kampung ukuran 2 kg yang dijadikan penyedap dalam kuah misonya.
"Saya menggunakan kaldu yang diracik sendiri. Sejak berjualan Miso belum pernah pakai micin," cerita kakek dari belasan cucu tersebut kepada detikcom.
Miso yang sajikan ini layak juga dijuluki 'Miso Nostalgia' para perantau. Karena sudah 35 tahun Rahman berjualan Miso. Dari awalnya dia berjualan di tepi badan jalan lintas kecamatan yang menghubungkan ke Kecamatan Rahuning ke Kec Bandar Pulau.
Dua tahun lamanya dia berjualan di tepi jalan. Awalnya buka warung Miso karena banyaknya truk pengangkut kayu yang melintas begitu juga mobil angkutan desa yang menuju ke Kota Kisaran Ibu Kota Kab Asahan.
"Setelah dua tahun, saya berjualan di rumah saja, sampai sekarang. Alhamdulilah, dengan buka warung Miso ini saya bisa menghidupi 9 anak," kata Rahman.
Foto: Chaidir Anwar Tanjung
|
Rahman pula yang mencetuskan jualan Miso dengan daging ayam goreng yang tidak disuwir. Satu ekor ayam yang dia goreng dibagi menjadi 3 bagian. Bila ada yang pesan Miso, daging ayam tadi dia pisahkan dari tulangnya lantas dipotong-potong agak lebar.
Potongan daging ayam inilah yang menjadi daya tarik sendiri. Dari sanalah, penjual Miso lainnya meniru ala Rahman yang daging ayam gorengnya 'dibacok.' Tak heran, bila Anda ke Sumut ada warung Miso tertuliskan 'Miso Bacok'.
Buka warung Miso hingga 35 tahun, membuat warung milik Rahman ini menjadi nostalgia para perantau dari Kec Rahuning, Kec Bandar Pulau, Kec Aek Sosongan dan sekitarnya. Malah warungnya ini juga terkenal ke kabupaten lainnya.
Dulu, ketika mereka masih di SMA, Miso Rahman menjadi tempat makanan favorit. Itu sebabnya, kata kakek Rahman ini, selain pelanggan dari warga sekitar, kadang yang datang berkunjung ke warungnya dari penjuru kota. Ada dari Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Kalimantan dan sejumlah kota provinsi lainnya yang ada di Sumatera.
Foto: Chaidir Anwar Tanjung
|
"Mereka semuanya para perantau, datang ke warung saya bawa anak istrinya. Mereka kadang cerita bahwa waktu masih sekolah dulu makan Miso di warung saya. Warung saya ini jadi warung nostalgia buat para perantau," kata Rahman.
Rahman menjual Miso dari harga Rp500 per mangkuk, sampai kini menjadi Rp 12 ribu per mangkuk. Satu hari rata-rata bisa menghabiskan 90 sampai 100 mangkuk. Kalau hari liburan sekolah atau saat lebaran atau tahun baru, dia bisa menghabiskan 170 mangkuk per hari.
Padahal, dulunya, Rahman bisa menjual sampai 200 mangkuk Miso per hari. Turunnya omset dibanding 20 tahun yang silam, menurutnya karena jalan lintas kecamatan di Kecamatan Rahuning sudah tidak dilalui kendaraan umum. Ini karena jalan yang rusak parah belasan tahun tidak ada perbaikan.
Foto: Chaidir Anwar Tanjung
|
Itu sebabnya, Rahman berencana tahun 2018 akan buka warung misonya di Pengkol ibu kota Kecamatan Aek Songsongan yang merupakan jalan lintas meghubungkan ke Kabupaten Toba Samosir.
"Kalau dibanding masa lalu, jumlahnya merosot. Ini karena jalan yang tak kunjung diperbaiki. Rencana saya mau buka satu warung lagi di Pengkol jalan lintas Sigura-gura," katanya.
Penasaran akan Miso ala Pak Rahman, tak ada salahnya berkunjung ke Desa Gunung Melayu. Warung ini bisa dijumpai bila anda melintas di jalan Lintas Sumatera bagian Timur, masuk ke Kecamatan Pulau Rakyat atau simpang pabrik. Dari simpang itu sekitar 10 km anda mengarah ke Desa Gunung Melayu yang dikepung perkebunan sawit PT London Sumatera (Lonsum).
(adr/adr)
0 Response to "Bernostalgia dengan Miso Buatan Pak Rahman di Asahan"
Posting Komentar