Masyarakat Tak Suka Makanan Cacat, Limbah Makanan Terus Bertambah di Singapura

Limbah makanan di Singapura terus bertambah. Tahun lalu mencapai 790.000 ton. Atau setara dengan membuang 2 mangkuk nasi setiap hari.

Bentuk makanan cacat atau jelek jadi kontribusi besar pada limbah makanan. Studi menunjukkan 46% buah dan sayuran tidak sampai ke piring dari ladang. Tampaknya orang Singapura tidak tertarik pada makanan jelek. Survei terhadap 1000 orang menunjukkan 83% hanya membeli buah dan sayur yang terlihat bagus.

"Makanan jelek tidak menarik dan konsumen ingin makanan tampak sempurna. Kita hidup di dunia Instagram sekarang," ujar chef Eric Low, seperti dikutip dari channelnewsasia.com (24/10/16).

Masyarakat Tak Suka Makanan Cacat, Limbah Makanan Terus Bertambah di SingapuraFoto: Getty Images

Saat berbentuk tidak sempurna, orang berpikir makanan akan terasa tidak enak. Survei dilakukan pada tomat halus dan cacat, seperti yang diperkirakan, semua orang memilih yang halus.

Alhi gizi Sheeba Majmudar menyebutkan kepercayaan makanan mulus dan sempurna lebih sehat adalah mitos besar. Sebagian besar, produk organik sedikit cacat tetapi selalu gizi dan rasanya sama. Contohnya bunga kol dan tomat berubah warna.

Zero Waste SG menyarakan pemilihan makanan cacat akan mengurangi limbah makanan secara keseluruhan. Sudah lama, makanan cacat jadi masalah. Padahal membuang mereka hanya karena jelek berarti membuang sumber daya. Limbah makanan menyumbang 7% emisi gas rumah kaca.

Untuk memecahkan masalah, profesor sosiologi Md Saidul Islam mengatakan diperlukan komitmen dari pengecer dan produsen. Survei di Pasir Panjang Wholesale Center, dimana hasil panen dari negara-negara tetangga tiba tiap hari untuk memasok pasar-pasar di Singapura, menemukan sebagian besar pengecer hanya menjual buah sempurna. Karena konsumen tidak menyukai buah cacat. Sehingga disimpulkan perubahan harus dimulai dari konsumen.

Masyarakat Tak Suka Makanan Cacat, Limbah Makanan Terus Bertambah di SingapuraFoto: Getty Images

Beberapa perusahaan sudah mencoba menarik konsumen memilih makanan cacat. FairPrice menjual makanan cacat dengan harga lebih murah. Seperti sekantung buah didiskon menjadi 2 SGD (Rp. 19.000), dengan hal itu dapat menyelamatkan 250.000kg buah dalam setahun.

Program tersebut termasuk dalam rangka pengurangan limbah makanan. Tahun lalu, FairPrice telah mengurangi limbah sebesar 40% dari 2,2 juta
kg menjadi 1,3 juta kg.

FairPrice berharap orang lebih mau menerima makanan cacat, tentu dengan harga berbeda. Dan juga berharap seiringnya waktu konsep makanan cacat akan berubah.

Selain buah dan sayuran, makanan kaleng juga punya kontribusi limbah. FairPrice menyumbangkan kaleng sedikit penyok atau hampir kadaluarsa pada yang membutuhkan. Mr Quek, yang mengelola program ini mengatakan banyak orang yang masih membutuhkan dan banyak makanan dibuang tanpa dikonsumsi. Jadi lebih baik disatukan juga ramah lingkungan.

Masyarakat Tak Suka Makanan Cacat, Limbah Makanan Terus Bertambah di SingapuraFoto: Getty Images

FairPrice juga memasang ruang pendingin agar bisa menerima lebih banyak donasi makanan seperti daging.

Zero Waste SG menyebutkan pemerintah Singapura harus turut berperan, mungkin dengan undang-undang Good Samaritan Act seperti di Amerika,perusahaan tidak bertanggung jawab atas makanan yang disumbangkan unuk amal. Atau mungkin pemerintah dapat memberi insentif pada perusahaan penyumbang makanan sisa.

Zero Waste SG juga menyarankan pemerintah Singapura untuk mewajibkan perusahaan menyebutkan secara terbuka jumlah sampahnya.

(odi/adr)

0 Response to "Masyarakat Tak Suka Makanan Cacat, Limbah Makanan Terus Bertambah di Singapura"

Posting Komentar